Suku Dayak Tinying, merupakan suatu kelompok masyarakat yang terdapat di kecamatan Bonti kabupaten Sanggau provinsi Kalimantan Barat. Kelompok masyarakat ini menyebut diri mereka sebagai suku Dayak Tinying. Pemukiman suku Dayak Tinying berada di beberapa kampung, yaitu di kampung Semadu', Seribot dan Mbiduh. Populasi masyarakat suku Dayak Tinying diperkirakan hampir 1000 orang.
Suku Dayak Tinying berbicara dalam bahasa Tinying. Bahasa Dayak Tinying masih berkerabat dengan bahasa-bahasa lain yang berada di kecamatan Bonti, karena banyak ditemukan kemiripan dengan 8 bahasa lain di kecamatan Bonti.
Seperti suku-suku Dayak lainnya, suku Dayak Tinying juga memiliki Rumah Panjang, senjata khas seperti mandau dan sumpit, anyaman khas rotan, tembikar dan sistem perladangan gilir balik. Kedudukan perempuan dan laki-laki sederajat dan seni tari dalam konteks ritual dan seremonial.
Budaya dan bahasa dalam masyarakat suku Dayak Tinying sepertinya mengalami pengikisan budaya akibat terpaan badai modernisasi. Generasi muda suku Dayak Tinying saat ini sepertinya lebih suka mempelajari budaya modern, seperti musik modern, tarian modern daripada budaya tradisional seperti Jobao, Mia, Baco’ng dan Pantun. Untuk mencegah pengikisan budaya ini para pemuka adat bertambah giat untuk mengadakan sejenis festival yang memperlombakan kesenian daerah Tinying yang pesertanya adalah anak muda. Festival ini diselenggarakan bertepatan dengan Gawai Nosu Minu Padi yang jatuh pada tanggal 23-25 april 2008.
Pada suatu acara adat suku Dayak Tinying, Ketua Dewan Adat Dayak Kabupaten Sanggau F. Andeng Suseno, mengatakan “kita boleh maju secara politik, hokum, dan social tapi jangan pernah meninggalkan adat”.
sumber:
Suku Dayak Tinying berbicara dalam bahasa Tinying. Bahasa Dayak Tinying masih berkerabat dengan bahasa-bahasa lain yang berada di kecamatan Bonti, karena banyak ditemukan kemiripan dengan 8 bahasa lain di kecamatan Bonti.
kesenian suku Dayak Tinying (srikujam) |
Budaya dan bahasa dalam masyarakat suku Dayak Tinying sepertinya mengalami pengikisan budaya akibat terpaan badai modernisasi. Generasi muda suku Dayak Tinying saat ini sepertinya lebih suka mempelajari budaya modern, seperti musik modern, tarian modern daripada budaya tradisional seperti Jobao, Mia, Baco’ng dan Pantun. Untuk mencegah pengikisan budaya ini para pemuka adat bertambah giat untuk mengadakan sejenis festival yang memperlombakan kesenian daerah Tinying yang pesertanya adalah anak muda. Festival ini diselenggarakan bertepatan dengan Gawai Nosu Minu Padi yang jatuh pada tanggal 23-25 april 2008.
Hari festival dilaksanakan sama dengan Pesta Gawai Nosu Minu Padi bukan tanpa sebab. Gawai Nosu Minu adalah sebuah pesta parayaan syukur atas panen padi yang melimpah yang masih dilaksanakan secara kekeluargaan di wilayah suku Tinying. Tidak seperti di daerah lain yang sudah mengkomersialkan gawai Panen padi, suku Tinying masih menggunakan cara tradisional dalam merayakan Gawai Nosu Minunya. Dengan kata lain, tamu yang datang benar-benar disuguhkan Makan, Tuak, dan Tabas tanpa harus bayar serupiahpun. Sehingga malam seni dan budaya yang akan dilaksanakan bertepatan dengan Gawai nosu minu menguatkan dan lebih memeriahkan acara gawai.
Pada suatu acara adat suku Dayak Tinying, Ketua Dewan Adat Dayak Kabupaten Sanggau F. Andeng Suseno, mengatakan “kita boleh maju secara politik, hokum, dan social tapi jangan pernah meninggalkan adat”.
sumber:
- srikujam
- alloy, sujarni, dkk.,mozaik dayak: keberagaman subsuku dan bahasa dayak di kalimantan barat, institut dayakologi, pontianak, 2008.
- kebudayaan-dayak
- scribd