suku Dayak Kayong |
Istilah diduga berasal dari sebuah sungai yang bernama Muara Kayong yang berada di kecamatan Nanga Tayap.
Masyarakat suku Dayak Kayong berbicara dalam bahasa Kayong. Bahasa Kayong terdiri dari beberapa dialek tergantung wilayah perkampungan masing-masing, tetapi walaupun begitu di antara penduduk beberapa kampung tersebut dapat berkomunikasi dengan baik. Mereka berbicara satu sama lain dengan logat bahasa mereka masing-masing tetapi tetap bisa dipahami tanpa menimbulkan kebingungan satu sama lain.
Asal usul suku Dayak Kayong tidak diketahui secara pasti, karena suku Dayak Kayong tidak menyimpan catatan tentang perjalanan nenek moyang mereka dari tempat asalnya hingga sampai ke tanah mereka saat ini. Sedangkan legenda-legenda yang ada di antara masyarakat Dayak Kayong berbeda dengan legenda-legenda suku-suku Dayak di sekitar wilayah suku Dayak Kayong, sehingga tidak dapat ditemukan hubungan legenda antara suku Dayak Kayong dengan suku-suku dayak lainnya.
Pada intinya kehidupan orang dayak sangat identik dengan alam. Maka, perlu disadari bahwa masyarakat adat Dayak secara umum adalah komunitas ekologis dimana keberlangsungan hidupnya sangat tergantung pada eksistensi alam yang ada.
Suku Dayak Kayong memiliki sebuah konsep agama yang bukan datang dari luar komunitas mereka, karena agama asli yang mereka yakini adalah kepercayaan dinamisme yang disebut juga dengan nama Preanimisme. Kepercayaan ini mengajarkan bahwa roh nenek moyang, tiap-tiap benda atau mahluk hidup mempunyai daya dan kekuatan yang diyakini mampu memberikan manfaat atau marabahaya. Menurut keyakinan mereka bahwa arwah nenek moyang selalu memperhatikan dan melindungi mereka, tetapi juga akan menghukum mereka jika melakukan pelanggaran adat. Juga kepercayaan terhadap semua benda yang terdapat dalam alam semesta mempunyai kekuatan, seperti hutan, tanah, air, sungai, danau, gunung, bukit, batu, kayu, dan benda-benda buatan manusia lainnya juga diyakini mempunyai kekuatan gaib seperti ponti’ (patung) dan jimat. Tetapi tradisi agama asli ini telah ditinggalkan oleh sebagian besar masyarakat suku Dayak Kayong, karena saat ini mayoritas masyarakat suku Dayak Kayong telah memeluk agama Kristen Katolik.
Suku Dayak Kayong memiliki sebuah konsep agama yang bukan datang dari luar komunitas mereka, karena agama asli yang mereka yakini adalah kepercayaan dinamisme yang disebut juga dengan nama Preanimisme. Kepercayaan ini mengajarkan bahwa roh nenek moyang, tiap-tiap benda atau mahluk hidup mempunyai daya dan kekuatan yang diyakini mampu memberikan manfaat atau marabahaya. Menurut keyakinan mereka bahwa arwah nenek moyang selalu memperhatikan dan melindungi mereka, tetapi juga akan menghukum mereka jika melakukan pelanggaran adat. Juga kepercayaan terhadap semua benda yang terdapat dalam alam semesta mempunyai kekuatan, seperti hutan, tanah, air, sungai, danau, gunung, bukit, batu, kayu, dan benda-benda buatan manusia lainnya juga diyakini mempunyai kekuatan gaib seperti ponti’ (patung) dan jimat. Tetapi tradisi agama asli ini telah ditinggalkan oleh sebagian besar masyarakat suku Dayak Kayong, karena saat ini mayoritas masyarakat suku Dayak Kayong telah memeluk agama Kristen Katolik.
Masyarakat Dayak Kayong memiliki kepala adat sendiri sebagai kepala adat tertinggi yang bergelar Domong Adat atau Pateh (Pemimpin adat). Kepala adat ini mengatur dalam menyelesaikan berbagai perkara adat dan juga mengatur upacara-upacara yang menyangkut kepercayaan masyarakat setempat.
Masyarakat Dayak Kayong tidak terlepas dengan kehidupan masa lalunya yang akrab dengan kehidupan hutan. Segala sesuatu yang ada di hutan akan memenuhi kebutuhan hidup mereka. Mereka berburu, membuka ladang di tengah hutan, mencari kayu, menanam pohon karet untuk diambil getahnya, mencari rotan dan tengkawang. Hubungan orang Dayak Kayong dengan hutan merupakan hubungan timbal balik. Alam memberikan kemungkinan bagi perkembangan budaya orang Dayak, di lain pihak orang Dayak senantiasa mengubah wajah hutan sesuai dengan pola budaya yang dianutnya.
sumber: